Hari itu angin berhembus kencang di lapangan basket ABC senayan. Sambil menunggu teman-teman yang lain, saya berkesempatan berbincang dengan Nano Sukarna, mantan tim basket nasional.
Pandangannya tentang perbasketan nasional telah membukakan mata saya akan bobroknya olahraga Indonesia. Bercerita tentang IBL yang sudah hilang gregetnya karena sudah dipastikan siapa yang bakal juara, membuat saya tersenyum sedih. �Gimana IBL mau ada penontonnya kalau kita bakalan tahu ASPAC yang bakal juara. Semua pemain yang jago-jago dari tim-tim lemah dibeli oleh ASPAC. Dan itu pun pengurus IBL diam saja. Seharusnya, pengurus IBL menjaga agar tidak terjadi monopoli pemain oleh klub yang kaya.�
�IBL sudah seharusnya mendatangkan pemain asing, dan harus negro. Tidak boleh Asia. Kenapa harus didatangkan? Supaya penontonnya senang. Khan enak liat banyak slam dunk. Kedua, tiap klub diberi jatah hanya 2 pemain asing. Supaya ada pemerataan. Jika setiap klub diberi jatah 2, setidaknya kalau yang satu cidera, masih ada yang gantiin. Dan itupun benar-benar tidak boleh lebih dari 2. Supaya pemain lokalnya dapat andil dalam bermain dilapangan. Ketiga, pemain asing tidak boleh lebih dari 2 meter. kenapa harus kurang dari 2 meter, kasihan dong center lokal, baru muter badan, bolanya udah di blok. Yang ada semua center lokal mainnya diluar kotak free throw melulu.�
Tambahnya lagi, �Kalau sudah begini, bola basket bakal jadi ceruk uang. Pemerintah senang, pemain senang, penonton juga senang. Coba lihat pemain-pemain basket di Filipina, disana, mereka sudah seperti selebritis. Jalan ke mal, dimintain tandatangan.�
Dan masih banyak lagi curahan bibir Nano namun sudah tidak fokus karena yang lain sudah pada shoot-shootan di lapangan. Saya pamit ganti baju, �OK man, see you on court.�
No comments:
Post a Comment