Tuesday, October 7, 2008

Kompromi Terhadap Bumi

Hingga hari ini, saya masih tidak percaya kalau saya sudah bisa memiliki sebuah mobil. Mobil mewah, hitam warnanya:



Walau tidak beli cash, alias kredit, setidaknya, saya masih tidak percaya kalau saya sudah bisa memiliki sebuah mobil. sebuah benda yang tidak pernah saya impi-impikan, tapi malah benda yang sering saya sumpahi dijalanan kalau main salib sembarangan.

Mobil memang tidak ada di agenda hidup. Jikalau punya uang pun, saya akan membeli apartemen, agar ke kantor tinggal jalan kaki. Tidak perlu naik mobil, ataupun motor.

Tapi...
Kehidupan berkeluarga bicara lain. Mobil setidaknya sudah menjadi prioritas nomor 2 setelah rumah. Hidup berkeluarga, bukan berarti hidup saya dan istri saja, tapi adalah saya dan istri dan ibu, mertua, saudara, besan dan semua-semuanya. Nah, kalau tidak berdua lagi, berarti yang diangkut jadi lebih banyak. Motor sudah tidak layak. Demikian, mobil sudah wajib dimiliki.

Dulu hingga 2 minggu lalu, saya ini orang yang sangat hijau. Saya tidak mau bisa menyetir mobil karena dengan mengendarai mobil, saya telah mempercepat pemanasan global.
Kalau tidur, saya juga selalu mematikan lampu.
Kalau mandi, saya selalu irit air (makanya badan sering jamuran).
Kalau mengerjakan tugas kuliah, tidak pernah menggunakan komputer sendiri, pasti menggunakan komputer teman. Selain hemat, memang tidak ada uang untuk beli juga sih.
Pokoknya hidup saya selalu hijau. Hemat listrik, air, bensin dan segalanya. Tapi kini, sikap hijau sudah saatnya dikurangi. Saya harus memulai bisa hidup berkompromi terhadap bumi. Kompromi terhadap lingkungan. Tidak seterusnya saya harus irit-iritan. Karena hidup hanya sekali.
Anak-cucu? Ah... Urusan nanti. Yang penting, sebelum saya datang ke surga, saya sudah bisa menikmati enaknya dunia, enaknya mobil baru, enaknya motor baru, dan yang baru-baru lainnya.

No comments:

Post a Comment