Thursday, June 28, 2007

Pekerja TI Indonesia (Menanggapi Bangaiptop)

Tulisan ini untuk menanggapi komentar yang diberikan Bangaiptop di tulisan Bisnis TI Indonesia dan investor. Tadinya mau langsung ditanggapi dibawah komentarnya. Berhubung sudah melebihi 2 paragraf, lebih baik diposting saja.

Bangaiptop a.k.a Arif Kurniawan, menuturkan kenapa orang IT masih pada di JKT dan menurutnya karena JKT adalah comfort safe zone buat mereka.

Pertanyaannya, Kenapa Jakarta adalah comfort safe zone bagi sebagian orang IT?

Yang jelas, money maker organizations masih berpusat di Jakarta.
  • Kantor pusat bank-bank BUMN dan bank-bank besar swasta nasional terpusat di Jakarta.
  • Kantor-kantor penanam modal asing juga terpusat di Jakarta.
  • Departemen-departemen pemerintahaan yang banyak duitnya, Bank Indonesia, Direktorat Jendral Pajak, yang dengan mudahnya mengucurkan uang, juga terpusat di Jakarta. Dan banyak lagi.
  • Istana negara, masih di Jakarta. (halah�)

Istilahnya, ada gula ada semut. Dimana ada uang, disitu ada pekerja IT. Coba bayangkan jika pekerja IT ada di Bandung tapi harus mengerjakan projek perbankan skala besar hanya ratusan juta rupiah di Jakarta. Sungguh kasihan programmer ataupun bisnis analis-nya harus bolak-balik Jakarta-Bandung. Belum pengeluaran sewa hotel, ongkos jalan dan opportunity cost yang hilang. Biarpun Jakarta-Bandung bisa ditempuh selama 2 jam, tapi bagi programmer, 2 jam sudah bisa menghasilkan 2 class code yang cukup rumit. Jadi ingat pengalaman di kantor lama. Projek di Jakarta, tapi developernya di Bandung. Ketika ada masalah, kami harus menunggu sang pendekar turun dari Bandung dulu. Baru diberesi masalah-masalah yang ada. Akibatnya, sang klien pun marah-marah(untung ga berubah jadi naga, hehehe). Efek terhadap projek, bukannya untung malah rugi. Pengeluaran jadi lebih tinggi dari yang diperkirakan. Cost Projek pun jadi overrun.

Lalu Bangaiptop mengutarakan ini :
"Yang kedua, masalah kurangnya inovasi dan informasi. Kalo masalah inovasi, mungkin bisa diwajarkan (walaupun sebenernya nggak wajar). Tapi kalo masalah informasi. Itu yang gila. Udah kerja di IT kok miskin info."

Kalau soal inovasi, Indonesia memang ga kalah. Jika kita masuk ke forum id-adsense, lalu ditelusuri link-link yang bertebaran, banyak sekali website-website yang inovatif. Inovatif untuk menjaring dollar di internet pastinya. Dan ini memang tidak salah karena orang Amerika sendiri juga berlaku demikian. Hanya saja, modal yang dikucurkan venture capital memang tidak tanggung-tanggung. Sehingga muncullah situs-situs yang kesannya inovatif.

Mengenai informasi, sejujurnya tidak bisa disalahkan kepada pekerja IT local saja yang enggan mencari-cari info pekerjaan di luar negeri. Tapi ini juga menyangkut sikap dari orang-orang Indonesia yang sudah bekerja di luar negeri. Lulus kuliah, dapat pekerjaan dan setelah mapan, mereka enggan untuk membantu rekan-rekannya di Indonesia. �Lah, gue kuliah pake duit gue sendiri kok(atau keringat sendiri bagi yang dapet beasiswa). Enak aje gue bantu-bantu yang lain. Usaha dong.� Kira-kira begitu pemikirannya.

Jika para pekerja IT overseas itu sadar bahwa bekerja diluar bisa membantu mensejahterakan bangsanya sendiri, seharusnya mereka mau menyediakan waktunya untuk membuat sebuah portal informasi pekerjaan IT yang berinformasikan tips n trik untuk testing kerja(dan dijamin lulus) maupun biaya-biaya akomodasi yang harus dikeluarkan secara rinci. Bukannya pamer, �eh gue hari ini makan ini itu dengan ini itu trus lewat loh artis ini dan itu bla bla bla�� di milis-milis Indonesia atau media-media lainnya.

Kesimpulan:
Soal Comfort zone yang masih di Jakarta, memang tidak bisa diapa-apakan lagi. Kecuali jika struktur network di Indonesia sudah mapan, canggih dan MURAH. Artinya, semua bentuk pengiriman data, teleconference dan komunikasi VOIP bisa dijangkau seluruh lapisan pekerja IT dari kelas bawah hingga kelas atas, maka tidak mustahil seluruh pekerja IT bisa menyebar dimana-mana. Bahkan bisa bekerja di Bunaken, Sulawesi Utara, tapi ketika harus user requirment, tinggal menggunakan teleconference dan meeting langsung disitu.

Untuk inovasi dan informasi, memang perlu dibina lagi. Dan ini perlu keterlibatan pemerintah dan perusahaan IT yang harus aktif untuk mengarahkan pemikir-pemikir inovatif supaya bisa mempertunjukan kemampuannya. Tidak hanya sebatas kompetisi ICT yang disebutkan dalam artikel detiknet tersebut, imaginecup yang diusung oleh Microsoft, IT Chalenge yang diusung IBM dan lain-lain. Tapi bisa meluas dan masuk keruang-ruang yang lebih kecil lagi. Pastinya dengan insentif yang memuaskan.

Kira-kira begitu pendapat saya. Tidak bermaksud menyinggung jika ada yang merasa disinggung. Seperti Tukul bilang di akhir acara, it�s just for fun, just for laugh, just kidding.

No comments:

Post a Comment