Sinetron Cahaya adalah salah satu sinetron paling menyebalkan yang pernah ada di pertelevisian Indonesia. Entah gimana, sudah tahu menyebalkan, pihak RCTI tetap saja menyiarkannya. Salah seorang ibu rumah tangga yang tidak bisa saya sebutkan namanya sudah sangat membenci sinetron ini walaupun diawal tayangannya sangat disukai.
Biarpun sinetron ini sudah tidak disukai oleh banyak pemirsa, tapi ada beberapa alasan kalau Sinetron Cahaya sebetulnya ada nilai positifnya dan tidak perlu dihujat.
1. Sinetron Cahaya adalah sinetron melodrama. Artinya, sinetron ini cocok buat orang miskin Indonesia yang butuh hiburan dimana dia bisa melepas penderitaannya sejenak. 20 juta lebih masyarakat Indonesia adalah masyarakat miskin dan mereka membutuhkan hiburan berupa mimpi suatu ketika mereka bisa kaya. Sinetron Cahaya penuh sekali kisah si miskin tiba-tiba jadi kaya tanpa memperlihatkan prosesnya. Dan hal-hal seperti ini yang dibutuhkan oleh masyarakat miskin Indonesia untuk memenuhi mimpi mereka sejenak, walau esok paginya harus berjuang susah payah mencari makan lagi entah impian itu bakal terwujud atau tidak.
2. tokoh Satria, yang diperankan oleh Dude Herlino, terlalu emosional. Bahkan berlebihan. Sedikit-sedikit marah, sedikit-sedikit marah. Marah kok cuma sedikit? (Halah!). Betul, ada kondisi yang tidak menyenangkan terhadap Cahaya, Satria langsung seolah-olah bak jagoan(mungkin disesuaikan namanya), sok-sok melindungi, dan marah besar. Sangat norak memang. Tapi, hal seperti itu memang seharusnya perlu ditontonkan kepada cowo-cowo Indonesia yang 50% lebih adalah cowo-cowo pemalu. Sikap seperti itu harus ditonjolkan supaya para cowo-cowo Indonesia tidak hanya suka ditindas/pasrah oleh perempuan/atasan ditempat kerja tapi berani melawan.
3. Cahaya, yang diperankan Naysila Mirdad, gampang sekali pindah kelain hati. Ketika Raka, yang dimainkan oleh Glen, pergi ke NTB lalu menghilang dan tidak diketahui juntrungannya, padahal Cahaya harus menikah dengan Raka, Cahaya mau saja didekati oleh Satria. Belum beberapa bulan(berdasarkan cerita tersebut), Cahaya akhirnya menerima cinta Satria dan mereka menikah. Padahal, yang namanya perempuan, ditinggal kekasihnya, dan dia cinta setengah mati, pasti tidak akan serta merta langsung jatuh cinta lagi hanya selang 1-2 bulan. Karena masa-masa itu adalah masa-masa kelabu dan susah untuk melupakan sang kekasih.
Tapi disitulah letak kenapa sikap Cahaya perlu ditiru, khususnya buat para pebisnis yang jatuh bangkrut, dan harus langsung bangkit lagi. Tidak perlu larut dalam kesedihan. Begitupun dengan para profesional yang mengambil sertifikasi, ketika gagal dalam ujian pertama, jangan langsung nyerah, tapi bangkit lagi dan ambil ujian lagi. Ujian kedua kali itu pasti berhasil karena soalnya sudah hapal tinggal mengulang dan mengkoreksi saja.
Kira-kira begitu alasan kenapa sinetron Cahaya tidak perlu dibenci (Walaupun saya benci banget). Ada sanggahan?
No comments:
Post a Comment