Monday, July 9, 2007

TipTop Pondok Bambu

Minggu, 8 juli, untuk pertama kalinya saya berbelanja di TipTop Pondok Bambu, Jakarta Timur. Padahal jarak rumah Cuma 500 meter dari TipTop(*big grin*). Ketika mau memasuki pintu utamanya, saya melihat papan selamat datang yang dibawahnya ada tulisan berbahasa arab. Mungkin tulisan itu berarti selamat datang juga, saya tidak tahu. Saat masukpun, para kasirnya, semua memakai jilbab. Waw, usaha yang islami sekali. Ok lah. Dari sini, saya berpendapat bahwa TipTop sangat baik sekali untuk dijadikan tempat menanamkan investasi bagi pemilik modal. Kenapa? Pastinya pencurian yang dilakukan oleh karyawannya sendiri, khususnya para kasirnya akan sangat kecil. Jadi, biaya tak terduga tidaklah besar. Pengeluaran untuk ongkos pemecatan yang biasa terjadi di perusahaan retail akibat pencurian-pencurian dilakukan karyawan sendiri juga tidak banyak.

Siang itu, kebetulan saya kemari tidak ingin berbelanja banyak. Jadi saya tidak menggunakan troli. Saya ambil keranjang jinjing, �lah, kok jelek amat nih keranjangnya.� Tapi saya perhatikan, oh, ok lah, masih lebih bagus dari keranjang Carrefour punya. Masih lebih kuat, tidak gampang copot.

Menyusuri lorong-lorong barang dagangan TIPTOP, dimulailah rasa ketidaknyamanan bermunculan. Pertama, susah sekali menemukan barang yang ingin saya beli, kebetulan, saya ingin membeli bumbu rawon. Tolah sana toleh sini, akhirnya dapet juga yang campur dengan bagian telor ayam. Fiuh, kenapa mereka tidak memasang papan atau karton yang ditulisi jenis barang dagangannya yah? Biar lebih gampang pelanggan mencarinya.

Kedua, lorong-lorong rak barang dagangan sempit sekali. Seandainya ada dua troli yang berpapasan, otomatis salah satunya harus mengalah dan mundur kebelakang hingga keluar lorong.

Ketiga, didalam lorong-lorong, banyak sekali dus-dus yang berserakan. Come on! Ga bisa rapih sedikit? Kalau saya bawa troli, lalu terantuk, ntar situ marah-marah lagi. Cape dee...

Keempat, hal yang bikin saya ilfil berbelanja disini, setiap item didalam raknya itu tidak ditata dengan rapih. Contohnya biskuit, raknya itu penuh sekali. Kayak satu truk biskuit dijejali dalam satu rak. Ya ampun. Managernya gimana sih? Ga ada sense of art-nya banget. Dirapihin dong. Kalau mau display barang ya seperlunya aja. Trus kalau kurang, ya diambil dari gudang. Gimana sih? Males bolak balik gudang? Haduh, kalau ga mau kerja, ya bilang ke atasan. Trus, Emangnya luas gudangnya kurang? Bilang ke pemilik toko, �PAK. Jangan parkirannya aja di gedein, gudangnya juga digedein!�

Kelima, kalo ini yang bikin saya geli. Sebenarnya memang ga ada urusannya sama saya. saya perhatikan bagian langit-langitnya, kok ga ada CCTV-nya? Yang ada malah cermin-cermin cembung. What?! Toko yang salesnya sudah gede masih pakai kaca spion? Pak kepala toko, boleh tahu sekarang tahun berapa? Dua ribu tujuh. Artinya, sekarang sudah abad 21. Hari gini ga pakai kamera? Ya sudah lah. Saran saya, kalau memang ga mau beli kamera, mungkin alasan efisiensi atau apalah, banyakin sekuritinya yah. Di Jakarta tuh banyak maling. Dan maling pun ga kenal usia ataupun gender ataupun kaya atau miskin. Semua orang bisa jadi maling kalau ada kesempatan.

Ok, sekarang waktunya bayar. Pas lihat harga-harganya, wow! TipTop memang cocok buat saya. harganya jauh lebih murah dari Carrefour. Contoh, coklat Bengbeng, jika di Carrefour dengan harga spesial saja 900, di TipTop dengan harga normal adalah 875. hehehe� mantap!

No comments:

Post a Comment