�Wah, Senayan City gede juga yah. Nih kalau di Bandung dah paling gede loh.� Seru Ruth.
�Masak sih? Nih masih belum gede loh. Kalau mau tau yang lebih gede lagi, kamu coba deh ke Mal Artha Gading. Itu mal, ya ampun, gede banget. Paling gede katanya di Indonesia.� Timpal saya.
�Iya, aku juga dah pernah kesitu. Sampai nyasar.�
�Iya. Aku awal-awal kesana juga nyasar. Tapi setelah beberapa kali kesitu, dah jadi tahu sih.� Agak sombong sedikit, gak mau kalah. �Dan sangking gedenya, itu mal jadi kelihatan sepi pengunjung, hihihi��
Kira-kira begitulah sepenggal perbincangan saya dengan Ruth saat mengunjungi Senayan City jumat kemarin dan menikmati suguhan indahnya desain arsitektur dari mal yang mengklaim sebagai mal kelas satu dan mal termewah di Jakarta.
Sayangnya, suguhan keindahan dan kemegahan Senayan City tidak diiringi dengan banyaknya pengunjung. Hari jumat malam, jadwalnya mal bertanding menarik pengunjung, Senayan City malah adem anyem saja. Pengunjung food courtnya juga tidak sebanding dengan jumlah pengunjung food court mal diseberangnya, Plaza Senayan.
Kenapa Senayan City bisa sepi pengunjung?
Menurut pengakuan salah satu tenant Senayan City, Hary Murti, General Manager It�s A Caf�, berdasarkan majalah BusinessWeek 11 Juli 2007, mengungkapkan gerai yang dikelolanya belum mampu mendatangkan pengunjung sesuai target yang telah dipatok. Sejak dibuka November tahun lalu, kafe yang merupakan anak usaha dari perusahan rokok Sampoerna itu mengalami ketimpangan pengunjung antara hari kerja dan weekend. Pada weekday, hanya 30-40 orang yang mampir perharinya. Di akhir minggu jumlahnya sekitar 80-100 pengunjung. Hary menunjuk belum selesainya pembangunan hotel, apartemen, dan gedung kantor di lingkungan Senayan City sebagai biang masih sepinya pengunjung. Dia percaya kalau keduanya sudah selesai dan dibuka, lonjakan pengunjung akan terjadi. Tapi apa iya?
Beberapa bulan yang lalu, kebetulan saya mendapatkan tawaran menarik dari ATM Permata Bank diskon 20% makan di Frankfurter butik Mal Belagio di daerah Mega Kuningan. Butik mal Belagio menyatu dengan apartemen Belagio. Dekat situ juga banyak gedung perkantoran seperti kantor operator seluler XL, gedung Rajawali, gedung Bank Danamon. Tapi bagaimana nyatanya? Butik mal Belagio seperti aula kampus yang sedang Ujian Akhir Semester. Sepi sekali. Sungguh mengerikan bagi para tenant-nya. Mengerikan karena tiap malam jantung mereka berdetak kencang apakah modalnya bakalan balik atau tidak.
Salah satu mal yang beruntung karena selalu ramai adalah Cilandak Town Square(Citos) yang dibuka tahun 2002. hingga saat ini, berdasarkan BusinessWeek, jumlah kendaraan yang mendatangi Citos stabil 175.000 kendaraan perbulan. Konsep yang dipakai oleh Citos bukan sebagai shopping mall melainkan lifestyle mall. Mungkin konsep ini yang menjadikan Citos sukses. Tapi sialnya, mal yang juga mengusung konsep lifestyle mall, yaitu Setiabudi One, bernasib sama seperti Senayan City maupun mal Belagio, jumlah pengunjungnya biasa-biasa saja.
Sebagai pengunjung, pastinya saya tidak bisa berbuat apa-apa. Perasaan kasihan kepada para pemilik gerai pasti bermunculan saat pelayan menawarkan menu makanan atau barang dagangan tapi tidak berhasil menggaet mangsanya. Bahkan kadang-kadang, para pelayan suka menjadi �galak� hingga saya sendiri jadi suka risih melihatnya.
Yang pasti, saya Cuma bisa berharap, para pengelola mal harus bisa lebih pintar lagi untuk menentukan konsep mal, segmentasi pengunjung, penyediaan fasilitas-fasilitas gratis seperti hotspot gratis atau krembath gratis atau pedicure/menicure gratis atau nyemir sepatu gratis dan gratis-gratis lainnya yang banyak orang bisa mendapatkannya sehingga mereka(dan saya) jadi merasa berhutang dan mau membelanjakan sedikit uang di gerai-gerai yang telah menyewa lapak mal-nya.
No comments:
Post a Comment