Beberapa bulan yang lalu, saya sempat melihat sebuah cuplikan video perkelahian di acara talk show dari komputer operator Helpdesk. Sungguh mengenaskan melihatnya. Seorang pria dengan tega menendang tamu acara talk show lain yang wanita. Setelah dia menendang si wanita, dia juga menendang beberapa pria lagi yang coba melerainya. Dan sampai sekarang saya selalu teringat cuplikan itu.
Ada dua hal yang bisa dilihat dari kejadian ini:
#1. emosi negatif tidak mengenal jender.
#2. kalau berkelahi gunakan kaki.
#1. Emosi negatif memang tidak mengenal jender. Siapa saja bisa dihajar. Ketika pria marah, dia bisa buta terhadap siapa saja, pria atau wanita atau hewan atau tembok, semuanya dilawan. Dihajar. Dipukul. Ditendang. Tanpa memikirkan efek ataupun kerugian bagi dirinya maupun bagi orang lain(orang lain yang hanya melihatnya maupun orang lain yang merasakan akibatnya secara langsung).
#2. Kalau berkelahi, jangan menggunakan tangan, gunakanlah kaki. Ini akan lebih tepat jika si pemarah tidak memiliki kemampuan bela diri(Karate misalnya). Kenapa pakai kaki. Karena jangkauan serangnya akan lebih panjang dibanding dengan menggunakan tangan. Selain itu, tenaga yang dikeluarkan lebih sedikit dibanding memukul dan daya yang dihasilkan akan lebih besar dibanding memukul.
Tentang emosi negatif, tadi malam saya baru saja mengalaminya. Setelah makan di ikan bakar Pondok Makasar di jalan Otista, Jakarta Timur, dan ingin membayar, motor saya yang diparkir persis dipinggir tenda secara sejajar tiba-tiba jatuh mengarah ke jalan. Pas saya lihat, ada pengendara yang ingin menyalakan motornya tapi tak sengaja dia memundurkan motornya dan menyenggol motor saya lalu terjatuh. Buru-buru saya angkat. Dan saya perhatikan si pria itu. Tapi dia cuek saja. Kayak tidak terjadi sesuatu. Saya mengharapkan dia meminta maaf. Tapi tidak sama sekali. Dia membonceng pacarnya lalu pergi begitu saja. Otomatis saya naik pitam. Padahal, pada saat dia ingin menjalankan motornya, ada jeda sekitar 2-3 menit yang bisa saya manfaatkan untuk memaksa dia meminta maaf. Bahkan, terlintas pula poin nomor 2 diatas, saya ingin ingin sekali menendang si pria itu.
Tapi, ketika emosi negatif menguasai diri saya, saya teringat, saya saja benci melihat video perkelahian seperti yang baru saja diceritakan, masak saya malah jadi pelaku sesuatu yang saya benci itu. Ga fair dong. Akhirnya, saya memang memutuskan diam saja. Dan keputusan saya ini memang benar adanya. Ketika pikiran sudah tenang dengan menarik napas puluhan kali, saya sadar, jika saya tendang si pria tadi, otomatis dia akan terjerembab ke tenda ikan Bakar Pondok Makasar. Jika tendanya roboh, siapa yang mau ngeberesin? Siapa yang mau bayar ganti rugi?
Akhir kata, Saya hanya berterima kasih pada Tuhan bahwa saya diberikan kekuatan untuk menahan amarah dan juga berterima kasih kalau motor saya memang tidak kenapa-kenapa. Dan sebetulnya, saya berterima kasih sekali kalau saya adalah seorang pengecut.
No comments:
Post a Comment